“UU No.19 tentang hak cipta
Ketentuan umum, lingkup hak cipta,
perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, prosedur pendaftaran HAKI”
Muhammad Putra Dermawan (142111921)
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi
Informasi
Universitas Gunadarma 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelanggaran
Hak Cipta (Intellectual Property Copyright’s violation) Hak Cipta pertama kali
disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs
Diehr bergulir. Pembajakan dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah mendarah
daging di masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari,
bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta.
Bahkan, kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang
boleh melakukannya.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.
BAB
II
DASAR TEORI
DASAR TEORI
2.1
Pengertian Hak Cipta
Definisi
tentang hak cipta dapat ditemui diberbagai literature, dan salah satunya dapat
ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Di dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tentang Hak Cipta antara lain :
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Di dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tentang Hak Cipta antara lain :
1.
Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2.
Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis (alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau
tanpa teks;
3.
Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
4.
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
5.
Arsitektur;
6.
Peta;
7.
Seni batik;
8.
Fotografi;
9.
Sinematografi;
10.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
Dalam
suatu karya cipta setidaknya melekat dua hak bagi pencipta atau pengarang. Hak
tersebut adalah hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah yang dimiliki
pencipta atau pengarang untuk menikmati keuntungan ekonomi yang diperoleh dari
setiap eksploitasi karya ciptaannya. Sedangkan hak moral merupakan hak untuk
menjaga integritas karya ciptaannya dari setiap intervensi pihak lain yang
dapat merusak kreativitas pencipta atau pengarang.
Dari definisi tersebut, berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pelanggaran hak cipta. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak intergitas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggarah hak cipta.
2.2 Dasar Hukum
Dari definisi tersebut, berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pelanggaran hak cipta. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak intergitas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggarah hak cipta.
2.2 Dasar Hukum
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.
bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa
dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan
pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap
kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
b.
bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian
internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta
pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum
nasionalnya;
c.
bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah
sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan
Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d.
bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak
Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang
baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the
World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).
Dengan
Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang
khas dan bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang
menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5.
Pengumuman adalah pem bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau
penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media
internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat
dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan
maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama
ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.
Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian
tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan
media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja
untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus,
termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9.
Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif
bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser
Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau
rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan karya siarannya.
10.
Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan,
memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau
memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni
lainnya.
11.
Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam
dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman
bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau
perekaman bunyi lainnya.
12.
Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan
hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan
transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13.
Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon
kepada Direktorat Jenderal.
14.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak
Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya
atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15.
Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam
ketentuan Undang-undang ini.
16.
Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup
tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan
Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
BAB
III
STUDI KASUS
STUDI KASUS
3.1
Studi Kasus
Di
Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam
buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang
ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa
memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan,
masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewa an
buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini
bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia,
termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan
yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang
membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek
pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat
tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari
pelanggaran hak cipta.
Padahal
jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang.
Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak
sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau
penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu
kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah
Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena
meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan
menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya.
Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah
sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan
demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta.
Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat
hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak
berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan
justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk
itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka
perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada
masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan
idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta
dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
Foto kopi di perpustakaan
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
Foto kopi di perpustakaan
Praktek
Foto kopi dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini
disebabkan karena foto kopi berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari
pengarang dan menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan.
Kegiatan
foto kopi di perpustakaan dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi
untuk pengadaan koleksi perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan
bagi pengguna perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi
perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan
layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan
pengguna perpustakaan.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa sering dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan
hasil foto kopi. Padahal kegiatan foto kopi ini merupakan suatu bentuk
pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik yang selalu
dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana. Perpustakaan idealnya mampu
menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta. Kalaupun suatu koleksi
perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada alasan bahwa buku
tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi oleh penerbit atau
buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya sangat mahal
sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu eksemplar
buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto kopi.
Untuk
kegiatan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan, sebagai bentuk
penghormatan terhadap hak cipta maka apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah
buku pengguna tersebut disarankan untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko
buku. Apabila buku yang dibutuhkan tidak ada di toko buku baru buku tersebut
diizinkan untuk difoto kopi dengan segala resiko menjadi tanggung jawab
pengguna perpustakaan tadi.
Dengan berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan kepada hak cipta.
Minimalisasi plagiasi
Dengan berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan kepada hak cipta.
Minimalisasi plagiasi
Praktek
plagiasi di Indonesia untuk memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai
professor pernah terjadi. Hal ini terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang
kurang menghargai karya orang lain. Untuk meminimalkan terjadinya praktek
plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki strategi tersendiri. Ada perpustakaan
yang melakukan proteksi berlebih terhadap tugas akhir sivitas akademiknya
sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses ruangan tersebut. koleksi tugas
akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang tidak boleh disentuh, padahal tugas
akhir merupakan karya ilmiah yang akan bermanfaat apabila banyak orang yang
dapat mengaksesnya atau dengan katalain eksistensi koleksi tersebut tidak
percuma. Ada juga perpustakaan yang memberikan izin kepada pengguna untuk
mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan memfoto kopi koleksi tugas akhir
tersebut.
Semua
perpustakaan memiliki kebijakan tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan
dalam kasus ini tidak ada yang benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun
yang diterapkan setidaknya mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu
koleksi. Perpustakaan tidak perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak
apabila memiliki sistem yang mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini.
Caranya dengan memiliki sistem temu kembali informasi yang memungkinkan
mengetahui isi keseluruhan dari tugas akhir, laporan penelitian atau koleksi
perpustakaan lainnya. Dengan katalain katalog yang dimiliki perpustakaan
dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog tersebut publikasikan melalui
internet (katalog online) yang memungkinkan setiap orang mengakses katalog
tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat. Apabila setiap orang dapat
mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat mengetahui isi suatu tugas akhir
atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan suatu bentuk control sosial.
Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua kali untuk melakukan
plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut dapat dengan mudah
diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.
Selain
itu perpustakaan juga dapat menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta
dalam kegiatan pendidikan pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang
mahasiswa tidak mengetahui bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori
karya hasil plagiat karena tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya
ilmiah yang benar, misalnya dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan
yang digunakan dalam karya ilmiah yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat
menyelipkan materi mengenai hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga
semakin memotivasi penggun perpustakaan untuk sadar hak cipta.
REFERENSI :
REFERENSI :
http://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/
http://intankartikaningrum.blogspot.com/2012/04/materi-dan-studi-kasus-hak-cipta.html
http://intankartikaningrum.blogspot.com/2012/04/materi-dan-studi-kasus-hak-cipta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar